Tuesday, October 28, 2008

MENGOREKSI ADAM SMITH

“agar kekayaan tak hanya beredar ditangan orang- orang kaya saja”
(Adz Dzariat : 56)

Krisis global yang melanda Indonesia seminggu ini bagai bola salju yang menyapu jalanan kota.. membuat kotor jalanan yang telah berulang kali dicuci agar tak terlihat kotor. Kita andaikan saja kapitalisme adalah jalan yang terbentang itu lalu kenapa kita andaikan krisis sebagai bola salju yang kotor ? Karena disadari atau tidak, kapitalisme yang bersumber dari rahim Adam Smith, merupakan bibit narkotik yang menyenangkan pada awalnya namun kacau pada akhirnya.
Adam Smith menyatakan bahwa permasalahan utama ekonomi adalah adanya kelangkaan yang menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan manusia yang pada akhirnya manusia tidak memperoleh kemakmuran. Jalan keluar atas keadaan tersebut adalah mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang setinggi tingginya. Oleh karena itu manusia harus menjadi “homo economicus” mahluk yang berorientasi materi karena menurut dia (Adam Smith) orientasi materi itulah yang akan membuat negara makmur, menyebabkan manusia bersikeras mencari kenikmatan. Intinya, kerakusan bukan penghalang kemajuan, tapi justru pangkal dari kemajuan. Individualisme pangkal kesejahteraan.
Peningkatan produksi dan pertumbuhan ekonomi menjadi harga mati untuk meningkatkan kemakmuran, sedangkan permasalahan distribusi akan terselesaikan ole Invisible hand “tangan tak terlihat ”. Mekanisme alami yang akan menciptakan keseimbangan penawaran dan permintaan. Semakin tinggi harga, semakin banyak penawaran, semakin sedikit permintaan. Semakin rendah harga, semakin sedikit penawaran, semakin banyak permintaan. Mekanisme ini diyakini menyebabkan harga selalu normal. Tidak terlalu mahal, tidak terlalu murah.
Namun, yang jadi pertanyaan kenapa teori kapitalisme yang begitu diagung agungkan Bapak Adam Smith tidak seindah teorinya ? Justru kesenjangan ekonomi, ketidakadilan, perbudakan, dan krisis global yang terjadi.

*****
Mazhab ekonomi klasik yang dimotori Adam Smith sangat memperhatikan pertumbuhan ekonomi,dimana mekanisme perhitungannya menggunakan analisis pendapatan rata rata. Contoh gampangnya, ada dua orang yang berbeda penghasilan. Yang satu memiliki penghasilan Rp. 99.000,-, dan yang lain hanya Rp. 1.000,-. Jika menggunakan analisis rata rata, maka kedua orang itu mempunyai penghasilan masing masing Rp. 50.000. Jadi tidak aneh jika kita melihat Amerika Serikat pada beberapa waktu belakang mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi namun pada saat yang bersamaan mengalami peningkatan jumlah rakyat miskin. Tidak ada asas pemerataan karena, sesuai dengan filosofi “homo economicus” , hanya orang yang mau berkerja keras saja yang patut mendapatkan kenikmatan, bagi yang tidak mau / tidak mampu berkerja memang sepantasnya miskin. Paradoks kemakmuran.
Selanjutnya, invisible hand yang dipercayai mampu menciptakan keseimbangan pasar, pada ekonomi modern menjelma menjadi apa yang dinamakan bunga. Ekonomi klasik warisan Adam Smith sangat menekankan bunga sebagai penyeimbang atas aliran modal dari masyarakat yang mengalir kepada pusat produksi (perusahaan). Untuk itulah harus ada bank.
Jika uang yang beredar terlalu banyak beredar pada masyarakat, maka akan terjadi inflasi yang menyebabkan kenaikan harga barang. Bunga tinggi harus diterapkan untuk menyelesaikan persoalan ini. Ketika bunga tinggi, masyarakat akan menabung di bank dan pengusaha memilih untuk tidak meminjam dana ke bank. Ini akan menyebabkan perusahaan kecil akan mengurangi produksi dan harga kembali murah. Meminjam istilah Husein Matla, Kondisi ekonomi kembali seimbang dari terlalu basah menuju normal.
Namun, seiring berlangsungnya kebijakan ini akan terjadi anomaly lain, saat ekonomi pulih namun bunga tetap tinggi maka terjadi pengangguran akibat perusahaan gulung tikar kekurangan modal. Rakyat menjadi lemah daya belinya. Pasar kembali lesu. Saat ini dibutuhkan suku bunga rendah, agar banyak orang berani meminjam uang ke bank untuk membangun bisnis. Penganguran terserap dalam lini lini perusahaan, dan orang yang menabung tertarik untuk berbelanja, Perekonomian kembali normal.
Jadi dalam konsep ekonomi kapitalis ini, bunga mutlak diperlukan untuk menjaga keseimbangan pasar. Namun, dalam kenyataannya tidak semua pengusaha yang telah gulung tikar mampu bangkit kembali. Apalagi pengusaha kecil kecilan yang hanya memiliki modal kecil. Hal ini menyebabkan walau bunga rendah, tidak serta merta perusahaan berdiri dengan jumlah yang seimbang dengan jumlah pengangguran yang ada. Sedangkan perusahaan pemodal besar hanya mengalami penurunan produksi, tidak sampai menyebabkan perusahaan gulung tikar. Perusahaan perusahaan gurita inilah yang,meminjam istilah Prof. Amien Rais dalam buku “Selamatkan Indonesia”, menyandera negara. Memaksa negara untuk tunduk pada kemauannya.
Kondisi ini secara sangat ekplisit mengakui bahwa manusia bukanlah superman, namun memiliki sisi- sisi keterbatasan fisik,emosi, mental, pikiran yang dengan mudah diatur. Hukum penawaran dan permintaan dan adanya invisible hand merupakan hukum yang bertentangan dengan kenyataan hidup manusia.
***
Aristoteles secara tegas menolak sistem bunga ini, menurut beliau uang tidak mempunyai fungsi konsumsi melainkan hanya menjadi alat tukar. Karenanya orang disebut produktif jika mampu menghasilkan barang, memutar barang dan menjamin proses itu. Jadi ketika uang diperjualbelikan dalam arti pembungaan, akan terjadi penambahan jumlah uang secara terus menerus tanpa diikuti peningkatan jumlah barang.
Karena itu, para pialang saham dan juga para broker yang menyebabkan ketdakpastian ekonomi global dewasa ini, berdasar filsafat Aristoteles, hanyalah kumpulan orang orang tak berguna yang mengacaukan proses pemerataan ekonomi.
Dalam Ekonomi Islam, pemerataan adalah aspek yang sangat diperhatikan. Negara bertindak sebagai pelayan agar barang barang umum dapat mengalir ke umat secara merata. Karenanya, adanya perusahaan milik negara dalam segala barang menjadi keharusan untuk menjamin terlaksananya proses distribusi yang berdasar keadilan.
Selain itu, peraturan zakat, shadagah, larangan menyewakan tanah pertanian, kebolehan memiliki lahan kosong, larangan menimbun emas, penarikan pajak hanya terhadap orang kaya saja merupakan upaya agar terjadi keadaan sebagaimana tertulis dalam Al Quran “agar kekayaan tak hanya beredar ditangan orang- orang kaya saja” (Adz Dzariat : 56).
Walau memiliki filosofi yang hampir sama, Ekonomi Islam jauh melampaui mimpi Aristoteles karena upaya penjagaan uang agar tak dibisniskan tidak sekedar himbauan, melainkan dalam bentuk pengharaman dan membatasi bisnis pada barang sekunder, bukan barang yang mencakup hajat orang banyak.


Daftar bacaan :

Al Quran Karim
Fukuyama,Francis.Guncangan Besar.1991. Jakarta : Gramedia
Matla, Husein. Antara ekonomi budak dan ekonomi orang merdeka.2005.Semarang :BigBang Press
Rais, Amien. Selamatkan Indonesia. 2008.Jogjakarta : PPSK press
Thompson,Grahame. Globalisasi adalah Mitos. 2001.Jogjakarta : Obor Press

No comments: