Friday, October 17, 2008

berontak (sekedar cerpen)

Malam kelam, gelap gulita. Seperti sisi hatiku yang semakin buram dan berembun sampah. Dinding penjara yang menyekapku sejak dua tahun yang lalu menyisakan jeritan keputus asaan , serta kelelahan.Tak kurang maupun lebih.
Sesekali kudengar suara jeritan kawan, kesakitan. Tangan tangan polisi itu dengan buas mengoyak kulit tipis gering. Miris, walau dulu aku sudah menikmati jamuan itu.
Kakiku tak lagi mampu berjalan, belatung belatung tak hentinya memakan sisa daging membusuk akibat sayatan bayonet polisi yang tak diobati.
@@@
Aku masih ingat,sebelum menjadi pesakitan penjara kotor ini aku adalah manusia yang percaya akan kekuatan rakyat, mengakui kekuatan buruh. Gerakan demi gerakan bawah tanah telah aku lakukan bersama kawan kawanku. Dari sekedar aksi jalanan, hingga penculikan dan pembakararan instansi yang kami anggap sebagai perpanjangan tangan dari setan kapitalis penghisap darah rakyat.
Kami berhasil membentuk aliansi kerakyatan dengan petani, buruh, gelandangan dan juga pemuda miskin yang tak mampu untuk bekerja karena jatahnya diambil alih mesin modern. Aliansi ini kami bentuk karena hanya ada satu jalan pembebasan ketertindasan rakyat, yaitu mengorganisir rakyat untuk sadar dan melawan ketidak adilan yang mereka alami.
Rezim Soeharto benar benar rezim bebal, suara kritis dibungkam senjata, usul ditolak dengan penjara, dan perlawanan dimusnahkan dengan label komunis. Anjing pengecut.
@@@
Gerakan yang aku dan kawan kawan bangun membesar, manusia manusia arus bawah berhasil kita gandeng, pendampingan demi pendampingan kami lakukan untuk memberi semangat perlawanan. Semuanya berjalan tanpa kendala berarti.
Hingga seorang teman memilih untuk menerima fasilitas negara dan mengkhianati perjuangan kami. Naskah naskah perjuangan kami dia bongkar dihadapan antek antek pemerintah. Manifesto, rencana perlawanan, model kaderisasi hingga struktur rahasia organisasi semuanya bocor.
Setelah itu satu demi satu kawanku hilang, tak tahu rimbanya. Ketika ditemukan pun sudah tak bernyawa. Dengan tubuh terkoyak koyak, penuh sayatan. Gerakan kami goyah, kaderisasi hancur. Akupun tak luput dari keberingasan kondisi itu.
Ketika ku sedang mengajar anak gelandangan di markas, polisi memaksa masuk. Menghancurkan buku buku, membakar meja kursi serta menelanjangi murid murid ku. Aku diseret kasar menggunakan gigitan anjing, kakiku koyat terseret anjing herder milik polisi. Darah menetes disela gerigi. Aku dijebloskan di penjara.
@@@
Penderitaan ku dimulai, aku dipaksa mengaku sebagai kader komunis yang ingin mengkudeta pemerintah. Aku diam. Kursi ruang introgasi diletakkan tepat diatas jempol kakiku, lalu dengan mudah para polisi duduk dikursi itu. Kuku kakiku copot, berleleran darah. Perih sekali.
Rokok yang mereka hisap mereka tempelkan di pipi serta bibirku. Tangan mereka tak henti menjambakku, menghantakan muka ku dibibir meja. Entah bagaimana bentuk mukaku saat itu.
Aku tetap diam, terlalu murah pengakuan ku ketika dibandingkan derita yang mereka berikan pada tubuhku. Penyiksaan demi penyiksaan aku terima dengan diam. Hanya kadang air mata tak bisa menutupi sakitnya penderitaan ini.
Hingga pada suatu ketika tubuhku ditelanjangi. Pakaian ku dirobek tangan tangan kasar mereka. Sebisa mungkin kututupi bagian tubuhku yang terbuka, namun ternyata sia sia saja. Kekuatan mereka lebih besar melebihi wanita lemah seperti aku. Dadaku diremas, keras. Aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengaduh. Sedikit demi sedikit seluruh tubuhku dijamah dengan kasar. Hari itu keperawananku direnggut paksa oleh enam lelaki sekaligus
Hari demi hari berlalu, penyiksaan terhadapku tak pernah berhenti. Gigitan anjing, tusukan besi panas, dan juga pemerkosaan acap kali harus aku terima sebagai konsekuensi kebungkaman ku. Dua tahun berlalu tampa banyak perubahan.
Sampai saat ini.
@@@@
”arghhhh”
Terdengar lagi jeritan salah satu tahanan dari penjara samping kananku, kelihatannya dia sedang dipukuli. Ku julurkan kepalaku keluar jejuji besi, aku penasaran dengan suaranya. Aku tak pernah dengar suaranya, mungkin tahanan baru.
Iya, ternyata benar. Dia tahanan baru, seorang wanita berambut pendek, kelihatannya seorang aktivis pergerakan seperti aku. Makian makian terdengar nyaring dari mulutnya, Anjing, bajingan, tai kucing, semua terlontar. Aku tersenyum mendengarnya. Bagus. Ucapku dalam hati.
Pintu penjara dibuka, seorang tahanan masuk ke kamar tahananku . Gelapnya malam menahan mataku untuk menatap mukanya. Tak terlihat. Dari suaranya terlihat sekali dia menahan sakit, tangisnya pun terdengar tertahan. Mungkin baru besok pagi kuketahui siapa teman baruku ini.
@@@@
Mataku membesar demi melihat seonggok tubuh yang tidur di sampingku, aku mengenalinya sebagai perempuan yang tadi malam disiksa intregator. Mukanya terlihat lelah, aku tak tega membangunkan. Kubiarkan dia menikmati hari pertamanya di neraka jahanam ini.
@@@@
”Violeta”
Ku jabat tangan kawan baruku. Nama yang terlalu bagus untuk seorang gadis yang akan menjalani penyiksaan demi penyiksaan. Kenapa dia masuk penjara menjadi pertanyaan pertama yang aku ajukan padanya.
” Gerakan perlawanan, mba. Sekarang kampus kampus mulai jengah dengan kondisi Indonesia. Mahasiswa mulai marah dengan kebobokrokan mekanisme pemerintahan Soeharto yang represif dan kontra demokrasi.Aku dan beberapa kawanku dijebloskan penjara dengan alasan mengganggu keamanan dan menghina kepala negara”.
Aku tersenyum mendengarnya,aku merasa melihat siluet kehidupanku berlalu dihadapanku. Idelisme nyata tergambar matanya yang sayu.
” Demontrasi demi demontrasi kami lakukan, terakhir kita berhasil menghimpun 20.000 mahasiswa untuk bergerak menuju istana negara. Menuntut Soeharto segera turun. Aksi jalan kaki kami terhadang puluhan panser, gas air mata, dan ratusan senapan api. Brutal. Ditengah tengah kericuhan itulah, aku diseret dan dibawa kesini”.
Aku sudah terlalu lama tak mendengar berita diluar penjara ini. Karena aku memang dilarang untuk menghubungi ataupun dihubungi. Ada rasa bangga menyelip dihatiku melihat semangat kawan kawan diluar sana.
Kesemangataku muncul. Keputus asaan yang melingkupi jiwa serasa sedikit demi sedikit pergi. Berubah menjadi semangat perlawanan yang dulu , demi Tuhan, aku sembah.
Aku harus keluar dari sini.. dari penjara jahanam ini, dari neraka menjijikan ini, dan juga dari penis penis sipir penjara yang memuakkan itu. Aku harus segera menyusul kawan kawanku, merasakan jalanan panas, membakar gedung gedung busuk.
Bersama Violeta, ku susun rencana meloloskan diri. Walau pada awalnya dia khawatir dengan kenekatanku ini. Namun setelah kujelaskan keyakinan yang ku genggam, dia berbalik mendukung.

@@@@
Malam ini, akan menjadi saksi pemberontakan ku. Silet dan obeng yang lama aku simpan kini ku keluarkan lagi. Bersiaplah, Nex. Suara jiwa menyemangatiku.
Penjaga datang, biasa, mereka ingin melepaskan nafsu birahi melaluiku.
“Jreeb”
Darah muncrat dari dada lelaki bangsat yang meniduri ku. Obeng karatan menancap kokoh. Ku pakai bajuku sekenanya, berlari. Violeta mengikutiku di belakang.

Lorong penjara bergetar menerima derap kaki pincangku.




(to be continued....)
Capung Dewangga, 28 september 2008

No comments: