Monday, June 23, 2008

SPL ANTARA EGOISITAS DAN KEMANUSIAAN MAHASISWA


Sampai saat ini mahasiswa, diakui atau tidak, masih ditempatkan pada strata yang terhormat. Sedikit dari sekian banyak penduduk di Indonesia yang berkesempatan menyenyam pendidikan tinggi. Masyarakat masih berharap dengan kemampuan akademik yang lebih mahasiswa mampu memberikan hal positif bagi lingkungan yang ada di sekitarnya.

Jika mengutip kata kata dari Antonio Gramsci, semua orang mampu menjadi Intelektual namun sedikit orang yang bisa menjalankan fungsi Intelektual. Fungsi Intelektual disini adalah proses perubahan berpikir masyarakat, menyatu dengan masyarakat, dan membangun masyarakat. Begitu juga pendidikan yang dienyam oleh kaum intelektual harus mampu mengejawntahkan humanisasi, liberasi, dan transedensi. Humanisasi adalah mampu menempatkan manusia sebagai manusia yang haknya tudak semena -mena dibungkam, liberasi diartikan sebagai pembebasan manusia dari penindasan dan penjajahan kaum borjuis, apapun bentuknya. Transedensi berupaya meletakkan religiusitas pada tempatnya, bukan hanya pada ranah ibadah vertical.

Sumbangan Pengembangan Lembaga yang diwajibkan Universitas Negeri Semarang bagi mahasiswa yang lolos ujian SPMU sebesar minimal Rp. 5 juta merupakan contoh jelas atas apa yang diteriakkan oleh Antonio Gramsci sebagai kegagalan fungsi Intelektual pendidikan. Angan angan akan fasislitas yang mewah mampu membungkam ide kritis mahasiswa, gedung gedung megah tinggi dan ber Ac melunturkan semangat perjuangan mahasiswa untuk membebaskan rakyat. Mereka menjadi lupa arti kata rakyat sesungguhnya, bagi mereka rakyat adalah menjadi manusia manusia berperut buncit, bersedan mewah. Dan duduk dimeja dengan semilir udara dingin yang berasal dari AC buatan Jepang. Bukan rakyat yang meninggal di kolong jembatan akibat kelaparan, ataupun anak kecil yang hanya mampu tidur di pinggir Toko Mas karena kemarin Satpol PP dengan buas mengacak ngacak gubuk kecilnya. Tanpa kasihan.

Egoisitas mahasiswa kini membahana, menggerus sisi sisi kemanusiaan yang sejatinya sifat Tuhan. Kata kata ” semester atas tidak membayar SPL” menjadi justifikasi persetujuan massal pelaksanaan penarikan dana ini. Satu sisi mungkin Universitas Negeri Semarang mampu menjadi pencipta ilmuwan terbaik, namun disisi yang lain semakin sedikit anak bangsa yang bisa mencicipi indahnya pendidikan di Unnes karena ketidakberdayaan ekonomi. Egois dan individualistis. Kita lebih memilih mengenyam pendidikan mewah dan mahal kemudian berpura pura tak tahu keadaan diluar. Cuma berharap semua berjalan baik baik saja.

Momentum pemungutan SPL berjasa melakukan seleksi alam terhadap ribuan mahasiswa Unnes menentukan mana yang benar benar masih berpihak pada rakyat (yang sesungguhnya). Memisahkan mahasiswa yang masih menganggap kampus adalah penyambung lidah rakyat, bukan semata mata penyalur kekuasaan dan kemapanan kaum kaya. Bukan hanya kumpulan ilmuwan yang bersatu mendukung kenaikan BBM, atau bersatu dalam menarik kesimpulan bahwa semburan Lumpur Lapindo hanya akibat gejala gempa Jogja. (capung dewangga).

AGI SUPRAYOGI

MENLU BEM KM UNNES

2 comments:

Hudan Nur said...

there is no understanding with our balance of humanism, liberalism, although education. damn it!they always feel to regret that have been bleeding in a their breath self. But, their step still stirring in the way of basically. Yeah, their cry spreadout in a part branch mark of south. Really, a faith just nonsense or lies. The God who has virtu ; he wants to do. He are careless and toward a business his followers.

Hudan Nur said...

in the basic. we are egoists human. you too...