Friday, February 6, 2009

FRONT MASYARAKAT ANTI KORUPSI JAWA TENGAH

PRESS RELEASE

Semangat pemberantasan korupsi di daerah-daerah masih menjadi catatan buruk dalam proses penanganannya, dimana masih ada yang melaksanakan penyidikan secara tebang pilih, ada juga yang membebaskan terdakwa dan ada juga yang hanya dihukum sangat ringan. Jika dilihat dari kuantitas jumlah penanganan kasus korupsi di Institusi Peradilan di Jawa Tengah, yang paling tertinggi penanganannya adalah Institusi Kejaksaan, dimana mencapai 217 kasus korupsi yang ditangani. Sedangkan yang sudah diproses di Pengadilan hanya mencapai 51 kasus korupsi dan yang masih tahap di Kejaksaan baik penyelidikan, penyidikan, dll mencapai 166 kasus (sumber : KP2KKN)

Dari sekian kasus yang masih di Kejaksaan, misalnya penanganan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap 3 (tiga) kepala daerah di Jawa Tengah (seperti : Walikota Semarang, Bupati Batang, Walikota Magelang). Penanganan 3 Kepala daerah tersebut menjadi tertunda-tunda dan belum ada kejelasan terhadap penanganannya dan ketika dikonfirmasi terhadap Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, selalu menjawab bahwa surat ijin presiden belum turun sampai di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.

Kalau yang selalu menjadi alasan dan kendala adalah “surat ijin Presiden”, kenapa Kejaksaan Tinggi dalam melakukan penyidikan 3 kepala daerah tersebut tidak menggunakan pasal 36(2) UU No.32 tahun 2004 berbunyi “dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan”. Bahwa dengan melihat ketentuan UU tersebut sudah sangat jelas kewenangan Kejaksaan sendiri untuk melakukan penyidikan terhadap tersangka 3 Kepala Daerah.

Hal ini menjadi pertanyaan kami, kenapa pemeriksaan ini sangat sulit dan terkesan Kejaksaan bersembunyi dibalik “surat ijin Presiden”. Jika yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah demikian maka tindakan ini sudah merupakan tindakan yang kontra produktif terhadap semangat pemberantasan korupsi. Dan jika hal ini dibiarkan terus menerus maka “setan korupsi” akan terus melakukan “korupsi di Lembaga Peradilan” dengan jalan melakukan intervensi terhadap lembaga peradilan tersebut. Kita semua tahu bahwa pilar penegakan hukum terhadap pemberantasan korupsi sampai saat ini adalah Institusi Peradilan, salah satunya adalah Kejaksaan tapi jika demikian lebih baik KPK RI yang harus mengambil alih kasus 3 Kepala Daerah di Jawa Tengah ini

Dengan melihat kondisi-kondisi demikian maka kami beberapa LSM, LBH dan Mahasiswa se-Jawa Tengah yang tergabung didalam Front Masyarakat Anti Korupsi Jawa Tengah (FORMASI JATENG) untuk penanganan kasus korupsi 3 (tiga) Kepala Daerah di Jawa Tengah, kami menyatakan dan meminta kepada :

1. Kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera mengeluarkan “surat ijin Presiden” terhadap 3 Kepala Daerah (Walikota Semarang, Bupati Batang, dan Walikota Magelang) karena sampai sekarang menurut keterangan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah belum menerima surat tersebut;
2. Kepada Kejaksaan Agung untuk segera mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah untuk segera melakukan penyidikan terhadap 3 Kepala Daerah di Jawa Tengah dengan menggunakan mekanisme dan ketentuan hukum pasal 36(2) UU No.32 tahun 2004, apabila memang tidak diberikannya “surat ijin Presiden” pemeriksaan terhadap 3 Kepala Daerah di Jawa Tengah tersebut;
3. Jika kemudian Kejaksaan Agung juga tidak merespon hal ini, maka kami meminta kepada KPK RI untuk segera mengambil alih penanganan dugaan kasus korupsi 3 Kepala daerah tersebut, apabila memang Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah menunda-nunda penanganan kasus korupsi tersebut.
4. Mendesak SBY-JK untuk tidak tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi.

Demikian press release ini kami sampaikan, atas perhatian dan dimuatnya kedalam pemberitaan media bapak/ibu sekalian kami sampaikan terima kasih.


Semarang, 4 Februari 2009

Hormat kami
Front Masyarakat Anti Korupsi Jawa Tengah (FORMASI JATENG)

No comments: