Friday, October 17, 2008

Catatan akhir tahun……

Lelah menghampiriku ketika buku “Konspirasi dibalik Lumpur Lapindo” habis kubaca. Ternyata benar apa yang menjadi dugaan ku selama ini. Ada gurita konglomerat yang bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan ini. Tak lain Abu Rizal Bakrie dan Panigoro. Pemilik saham di Lapindo Brantas Inc. Akibat tidak adanya instruksi pengamanan silinder penembus bawah tanah, terjadilah Blow Out berupa lumpur panas yang sampai saat ini belum jelas penanganannya.
Aku marah ketika media kini tak lagi menyorot kejahatan kemanusiaan di Sidoarjo tersebut. Sigmund Freud berkata Memang kita tak bisa percaya kecuali pada diri sendiri. Media dengan mudah dijual demi tercapainya omzet penjualan. Masyarakat terdidik ? itu prioritas ke 24. Membosankan. Aku pernah bertemu dengan salah satu wartawan Jakarta saat Deklarasi Mahasiswa Anti Korupsi di Semarang. Dengan gamblangnya dia berujar bahwa terdapat koran besar di Jateng yang di setir pemerintah dan pengusaha di Jateng, yang dengan mudah dapat di design bagaimana berita yang harus keluar. Prinsip yang harus dipegang adalah Asal Bapak Senang. Satir???? Memang kata itu yang pantas di letakkan pada media Indonesia {walau tak Semuanya, aku yakin)
Aku tak tau bagaimana muka Indonesia 20 tahun ke depan? Aku takut jika masih hidup di Indonesia, karena aku tak tahu harus bagaimana menyelamatkan Indonesia ku ini. Jika Pramudya Ananta Toer, malu jadi orang Indonesia. Maka aku berbeda, aku begitu mencintai hingga dengan sorot mata kedepan kuakui bahwa borok itu memang punya Indonesia. Yahh, memang itu Borok negeriku yang harus segera di sembuhkan sebelum amputasi terpaksa di lakukan.
Lagi, Kalimantan yang merupakan surga hijau telah lama terinjak oleh investor asing akibat begitu murah hatinya pemerintah Indonesia menyerahkan mahkotanya, hingga seorang teman dari Banjarmasin dengan sedih mengatakan bahwa Kalimantan adalah kekasih yang kehilangan keperawanannya. Dia memutuskan membentuk Gerakan Borneo Merdeka demi terjaganya alam dan kekayaan Pulau Kalimantan. Gerakan Makar ? mungkin iya. Tapi dalam pandangannya lebih baik merdeka daripada hidup dalam jajahan Negara Indonesia. Dan aku? Bahkan aku baru sadar bahwa Indonesia memang memiliki Borneo, Papua, dan Sipadan Ligitan (tetap milik Indonesia). Entah dimana saat itu. Mungkin aku masih tertidur, ileren. Tak tau apa apa.
Kawan kawan mahasiswa, nasionalisme tidak hanya kata ataupun ideologi tapi lebih dari itu. Nasionalisme adalah kecintaan, kerelaan, kekuatan, pengabdian dalam arti sesungguhnya. Bukan makna puisi yang kadang terintreprestasi berbeda.
Kalau aku boleh berharap, aku ingin mahasiswa kembali menjadi kekasih rakyat yang mengetahui bagaimana susahnya hidup dibalik gubuk gubuk reot, samping rel, atau lelahnya menapaki aspal panas di siang hari. Lihat, duniamu bukan hanya di gedung gedung mewah, ada AC minimal kipas angin yang mampu menidurkan matamu. Bukan. Hidupmu tak Cuma disitu. Tatap luar kampusmu. Disitu tugasmu.
Aku tak mau mengingat lagi tahun itu, tahun dimana mahasiswa sangat buas ketika mengoyak tirani Orde Baru. Sungguh, tak mau lagi aku mengingatnya. Sebab aku begitu malu dengan pahlawan pahlawan yang merelakan dirinya demi reformasi. Maafkan kami Elang, kami sudah begitu lama tertidur. Menikmati. Keindahan di kampus ini.
Kawan, tugasmu membangun kemandirian bangsa, makan habis bukumu hingga kau mampu mengerti bahwa memang ada jalan untuk keluar dari kebobrokan bangsa ini. Sejalan dengan itu lindungi bangsa ini, saat ini, semampumu. Dengan LKTM mu, dengan Tulisan Tanganmu, Longmarch mu dan dengan LSM yang telah kau dirikan. Bukan saatnya lagi kita saling menyalahkan, bukan saatnya lagi menyatakan diri yang paling benar. Setiap manusia dibebani sebatas kemampuannya. Itulah tanggung jawab kita pikul. Bersama, kita lantangkan suara hati nurani. Kita bersihkan luka luka Indonesia.
maju melawan atau diam tertindas, sebab mundur dari perjuangan adalah satu penghianatan.

Aku yang masih dalam perjalanan,
Capung Dewangga.

No comments: